KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA
Philipsen (dalam Griffin, 2003)
mendeskripsikan budaya sebagai suatu konstruksi sosial dan pola simbol,
makna-makna, pendapat, dan aturan-aturan yang dipancarkan secara mensejarah.
Pada dasarnya, budaya adalah suatu kode.
Terdapat empat dimensi krusial yang dapat untuk
memperbandingkan budaya-budaya, yaitu:
- Jarak kekuasaan (power distance)
- Maskulinitas.
- Penghindaran ketidakpastian (uncertainty avoidance).
- Individualisme.
Komunikasi antar budaya adalah komunikasi
yang terjadi di antara orang-orang yang memiliki kebudayaan yang berbeda (bisa
beda ras, etnik, atau sosioekonomi, atau gabungan dari semua perbedaan ini.
Menurut Stewart L. Tubbs, komunikasi
antarbudaya adalah komunikasi antara orang-orang yang berbeda budaya (baik
dalam artiras, etnik, atau perbedaan-perbedaan sosio ekonomi).Kebudayaan adalah
cara hidup yang berkembang dan dianut oleh sekelompok orang serta berlangsung
dari generasi ke generasi.
Hamid Mowlana menyebutkan komunikasi antarbudaya
sebagai human flow across national boundaries. Misalnya; dalam
keterlibatan suatu konfrensi internasional dimana bangsa-bangsa dari berbagai
negara berkumpul dan berkomunikasi satu sama lain. Sedangkan Fred E. Jandt mengartikan komunikasi
antarbudaya sebagai interaksi tatap muka diantara orang-orang yang berbeda
budayanya.
Guo-Ming Chen
dan William J. Sartosa mengatakan bahwa komunikasi antarbudaya adalah proses
negosiasi atau pertukaran sistem simbolik yang membimbing perilaku manusia dan
membatasi mereka dalam menjalankan fungsinya sebagai kelompok. Selanjutnya
komunikasi antarbudaya itu dilakukan:
- Dengan negosiasi untuk melibatkan manusia di dalam pertemuan antarbudaya yang membahas satu tema (penyampaian tema melalui simbol) yang sedang dipertentangkan. Simbol tidak sendirinya mempunyai makna tetapi dia dapat berarti ke dalam satu konteks dan makna-makna itu dinegosiasikan atau diperjuangkan;
- Melalui pertukaran sistem simbol yang tergantung daripersetujuan antarsubjek yang terlibat dalam komunikasi, sebuah keputusan dibuat untuk berpartisipasi dalam proses pemberian makna yang sama;
- Sebagai pembimbing perilaku budaya yang tidak terprogram namun bermanfaat karena mempunyai pengaruh terhadap perilaku kita;
- Menunjukkan fungsi sebuah kelompok sehingga kita dapat membedakan diri dari kelompok lain dan mengidentifikasinya dengan pelbagai cara.
TEORI-TEORI KOMUNIKASI ANTARBUDAYA
- Anxiety/Uncertainty Management Theory (Teori Pengelolaan Kecemasan/Ketidakpastian).
Teori yang di publikasikan William
Gudykunst ini memfokuskan pada perbedaan budaya pada kelompok dan orang
asing. Ia berniat bahwa teorinya dapat digunakan pada segala situasi dimana
terdapat perbedaan diantara keraguan dan ketakutan.Gudykunst menyakini bahwa
kecemasan dan ketidakpastian adalah dasar penyebab dari kegagalan komunikasi
pada situasi antar kelompok. Terdapat dua penyebab dari mis-interpretasi yang
berhubungan erat, kemudian melihat itu sebagai perbedaan pada ketidakpastian
yang bersifat kognitif dan kecemasan yang bersifat afeksi- suatu emosi.
- Asumsi Dasar Teori
Gagasan
awal dari teori ini adalah Uncertainty Reduction Theory, yaitu teori yang
berasumsi bahwa dalam proses komunikasi, semakin tinggi ketidakpastian
seseorang maka akan semakin rendah keberhasilan komunikasi yang hendak
dilakukannya. Dengan bahasa yang lain, proses komunikasi dilakukan untuk
mengurangi ketidakpastian sehingga tujuan komunikasi tercapai. Gudykunst
menggunakan konsep ’uncertainty’ untuk memprediksi perilaku orang lain dan
konsep ’anxiety’ untuk menjelaskan proses penyesuaian budaya.
- Konsep-konsep dasar Anxiety/Uncertainty Management Theory:
a. Konsep diri dan diri.
Meningkatnya
harga diri ketika berinteraksi dengan orang asing akan menghasilkan peningkatan
kemampuan mengelola kecemasan.
b. Motivasi untuk berinteraksi dengan
orang asing.
Meningkatnya
kebutuhan diri untuk masuk di dalam kelompok ketika kita berinteraksi dengan
orang asing akan menghasilkan sebuah peningkatan kecemasan.
a. Reaksi terhadap orang asing.
Sebuah
peningkatan dalam kemampuan kita untuk memproses informasi yang kompleks
tentang orang asing akan menghasilkan sebuah peningkatan kemampuan kita untuk
memprediksi secara tepat perilaku mereka.Sebuah peningkatan untuk mentoleransi
ketika kita berinteraksi dengan orang asing menghasilkan sebuah peningkatan
mengelola kecemasan kita dan menghasilkan sebuah peningkatan kemampuan
memprediksi secara akurat perilaku orang asing.
b. Kategori sosial dari orang asing.
Sebuah
peningkatan kesamaan personal yang kita persepsi antara diri kita dan orang
asing akan menghasilkan peningkatan kemampuan mengelola kecemasan kita dan
kemampuan memprediksi perilaku mereka secara akurat. Pembatas kondisi:
pemahaman perbedaan-perbedaan kelompok kritis hanya ketika orang orang asing
mengidentifikasikan secara kuat dengan kelompok.Sebuah peningkatan kesadaran
terhadap pelanggaran orang asing dari harapan positif kita dan atau harapan
negatif akan menghasilkan peningkatan kecemasan kita dan akan menghasilkan
penurunan di dalam rasa percaya diri dalam memperkrakan perilaku mereka.
c. Proses situasional.
Sebuah
peningkatan di dalam situasi informal di mana kita sedang berkomunikasi dengan
orang asing akan menghasilkan sebuah penurunan kecemasan kita dan sebuah
peningkatan rasa percaya diri kita terhadap perilaku mereka.
d. Koneksi dengan orang asing.
Sebuah
peningkatan di dalam rasa ketertarikan kita pada orang asing akan menghasilkan
penurunan kecemasan kita dan peningkatan rasa percaya diri dalam memperkirakan
perilaku mereka.Sebuah peningkatan dalam jaringan kerja yang kita berbagi
dengan orang asing akan menghasilkan penurunan kecemasan kita dan menghasilkan
peningkatan rasa percaya diri kita untuk memprediksi perilaku orang lain.
2. Out-group Competency Theory
Teori ini menggunakan personal
network untuk menjelaskan outgroup communication competence, sebab personal
network menghubungkan antara individu satu dengan individu lainnya. Dimana
didalam network tersebut, individu-individu menegosiasikan kesadaran egonya dan
juga memahami atribusi yang beragam dari orang lain. Itu sebabnya personal
network mempengaruhi bagaimana seseorang memiliki kompetensi dalam
berkomunikasi dengan orang-orang yang bukan berasal dari in-groupnya
(outgroup).
Teori ini juga hendak menjelaskan
bahwa semakin kuat ikatan personal network seseorang, maka akan semakin tinggi
pula kemampuannya untuk berkomunikasi dalam outgroup.
- Asumsi Dasar Teori
Asumsi-asumsi yang dibangun :
1. Dalam sebuah personal networks,
adanya anggota yang berasal dari outgroup akan meningkatkan kompetensi
komunikasi outgroup.
2. Selain penerimaan individu outgroup,
menempatkan outgroup dalam posisi penting dalam personal network juga akan
meningkatkan kompetensi outgroup.
3. Kompetensi komunikasi outgroup
tersebut juga dapat ditingkatkan dengan meningkatkan kontak (interaksi) dan
ikatan individual/personal diantara individu-individu dari ingroup dan outgroup
3. Face-Negotiation Theory.
Teori yang dipublikasikan Stella
Ting-Toomey ini membantu menjelaskan perbedaan –perbedaan budaya dalam merespon
konflik. Ting-Toomey berasumsi bahwa orang-orang dalam setiap budaya akan
selalu negotiating face. Istilah itu adalah metaphor citra diri
publik kita, cara kita menginginkan orang lain melihat dan memperlakukan diri
kita. Face work merujuk pada pesan verbal dan non verbal yang membantu
menjaga dan menyimpan rasa malu (face loss), dan menegakkan muka
terhormat. Identitas kita dapat selalu dipertanyakan, dan kecemasan dan
ketidakpastian yang digerakkan oleh konflik yang membuat kita tidak
berdaya/harus terima. Postulat teori ini adalah face work orang-orang
dari budaya individu akan berbeda dengan budaya kolektivis. Ketika face work
adalah berbeda, gaya penangan konflik juga beragam.